Masyarakat Diharapkan Menjaga Kondusifitas Jelang Pemilu 2024
Oleh : Devi Putri Anjani )*
Masyarakat diminta untuk menjaga kondusifitas jelang Pemilu 2024. Jangan sampai ada perang komentar atau penyebaran hoaks yang bisa mengganggu kampanye maupun Pemilu. Pemilihan umum adalah acara besar yang harus disukseskan, jadi masyarakat harus bekerja sama untuk menjaga ketenangan selama Pemilu berlangsung.
Sebentar lagi masyarakat menyambut Pemilu 2024, gelaran Pemilu merupakan sesuatu yang fenomenal dikarenakan saat kampanye tiap pihak mempromosikan partai dan calon presiden (capres) idolanya. Dalam masa kampanye jelang Pemilu 2024, sangat riskan berpotensi adanya perpecahan, terutama di dunia maya.
Untuk menjaga perdamaian jelang Pemilu tahun 2024 maka masyarakat diharap menjaga kondusifitas dan menghindari pertikaian. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memberikan pesan kepada masyarakat untuk menjaga kondusifitas Pemilu 2024. Semua calon yang akan bertarung pastinya punya gagasan dan ide masing-masing.
Ganjar menambahkan, masyarakat jangan mengadu domba dan (sebaiknya) saling menghormati antar pendukung calon presiden. Semuanya berteman dan tidak perlu disama-samakan, tapi dipersatukan. Mari jaga perilaku baik-baik. Jangan sakiti orang lain, jangan bully orang lain. Namun salurkan energi yang positif.
Dalam artian, masyarakat terus dihimbau untuk menjaga kondusifitas dan perdamaian jelang Pemilu 2024 mendatang. Persatuan wajib dijaga. Jangan ada pertikaian karena akan sangat merugikan bagi Indonesia.
Perdamaian dan kondusifitas juga harus dijaga, sebab masa kampanye para capres (calon presiden) bisa meningkatkan emosi dan membuat situasi makin panas. Oleh karena itu masyarakat harus ingat agar saat kampanye, Pemilu ,dan pasca Pemilu dijalankan secara damai tanpa ada pertikaian di negeri ini.
Ketika ada pertikaian maka ada kerugian seperti berikut: pertama, akan berpotensi untuk menggagalkan Pemilu karena ada kerusuhan parah. Masyarakat yang bertikai bisa emosi dan membakar tempat pemungutan suara (TPS). Akibatnya Pemilu akan menjadi momen yang menakutkan dan membuat trauma.
Tak bisa dipungkiri, ketika Pemilu berlangsung di era reformasi maka lebih menegangkan. Bukan hanya karena banyak calon presiden baru, namun juga karena ada potensi perpecahan, tak hanya di dunia nyata tapi juga di dunia maya.
Kondusifitas di dunia maya juga wajib dijaga sebab mayoritas masyarakat Indonesia suka bergaul di media sosial (medsos) . Namun sayangnya media sosial dijadikan untuk tempat menulis status negatif dan ujaran kebencian terhadap partai atau calon presiden tertentu. Hal ini sangat menyedihkan, apalagi ketika netizen internasional sempat mengecap bahwa netizen Indonesia adalah warganet yang komentarnya paling tidak sopan.
Jika berkaca dari Pemilu tahun 2014 dan 2019 maka permusuhan terjadi di dunia maya dan situasi sangat panas sampai ada julukan buruk dari masing-masing kubu pendukung capres kala itu. Jangan sampai hal ini terulang, karena seharusnya masyarakat sudah dewasa dan meninggalkan permusuhan. Pemilu harus jurdil (jujur dan adil) serta menegakkan perdamaian di Indonesia.
Permusuhan wajib dihapuskan sebab bisa dimanfaatkan oleh provokator maupun oknum yang ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan. Jangan sampai ada kekacauan sosial gara-gara ulah mereka. Oleh karena itu masyarakat wajib berperan besar untuk menciptakan Pemilu damai, agar tidak ada kerusuhan yang berujung pada tawuran dan bisa memakan korban.
Masyarakat akan mengikuti jejak para politisi untuk menjaga perdamaian Pemilu. Caranya dengan menjaga diri, baik di dunia nyata maupun dunia maya, dan tidak membuat status yang mencurigakan atau menyerang pihak lain. Jangan sampai media sosial jadi panas saat dan setelah Pemilu gara-gara fanatisme yang berlebihan terhadap satu capres atau calon legislatif tertentu.
Fanatisme yang berlebihan memunculkan cinta buta dan hal ini tidak baik serta tidak sehat bagi kondisi psikis masyarakat, baik pendukung capres maupun yang bukan pendukungnya. Memiliki rasa cinta boleh saja tetapi jangan keterlaluan sampai menuduh capres lain berbuat buruk atau mencari kesalahan-kesalahannya.
Sementara itu, untuk menjaga kondusifitas jelang Pemilu maka masyarakat harus waspada akan berita hoaks dan propaganda. Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menyatakan bahwa satuan tugas yang bekerja mengawasi jejaring media sosial bakal dibentuk Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Tujuannya guna mencegah banyaknya berita bohong atau hoaks jelang Pemilu 2024 mendatang.
Bagja melanjutkan, tugas utama satgas ini untuk menekan terjadinya black campaign atau kampanye gelap pada Pemilu 2024 nanti. Satgas ini bisa mem-pidanakan para pelaku black campaign ini. Terlebih bila konten yang disebarnya mengarah pada fitnah dan hoaks di media sosial.
Dalam artian, pemerintah benar-benar pusing terhadap persebaran konten berisi black campaign, propaganda, dan hoaks menjelang Pemilu 2024. Masyarakat perlu diingatkan untuk menjaga perdamaian, bukannya mengobarkan permusuhan. Kondusifitas harus dijaga agar Pemilu 2024 berjalan dengan lancar. Salah satu caranya adalah dengan memberantas hoaks dan propaganda di media sosial.
Masyarakat diminta untuk menjaga kondusifitas menjelang Pemilu 2024. Pemilu sangat penting untuk mengubah masa depan Indonesia jadi lebih baik. Jangan sampai Pemilu gagal gara-gara rakyat bertikai gara-gara pilihan politik yang berbeda-beda.
)* Penulis adalah kontributor Duta Media