Generasi Muda Harus Jadi Agen Partisipatif dalam Pemilu dan Pilkada
Oleh: Chandra Budi Setyo
Generasi muda di Indonesia memiliki peran krusial dalam memastikan keberlangsungan demokrasi yang sehat dan berintegritas. Partisipasi aktif mereka dalam pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) adalah salah satu langkah penting untuk mewujudkan hal tersebut.
Sosialisasi Pengawasan Pemilu Partisipatif yang digelar oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Tengah baru-baru ini menekankan pentingnya peran pemilih muda dalam mengawasi jalannya pemilu. Mengingat jumlah pemilih muda yang signifikan, peran mereka sangat strategis dalam menentukan hasil dan kualitas pemilu.
Dalam acara yang dihadiri oleh perwakilan dari 60 universitas di Semarang tersebut, Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Tengah, Muhammad Amin, menyampaikan pesan penting mengenai peran generasi muda sebagai agen partisipatif dalam pemilu.
Amin menekankan bahwa pojok pengawasan yang ada di kampus-kampus merupakan salah satu cara efektif untuk menanggulangi berbagai persoalan terkait pemilu. Gerakan mahasiswa dinilai mampu menggerakkan civil society, khususnya dalam konteks pemilihan kepala daerah.
Bawaslu Jawa Tengah telah menginisiasi 35 Desa Pengawasan yang bertujuan memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Ini adalah upaya untuk memastikan bahwa masyarakat memahami pentingnya memilih pemimpin yang tepat. Generasi muda diharapkan memiliki kompetensi yang memadai untuk berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum dan pilkada.
Sementara itu, anggota Bawaslu Herwyn JH Malonda menekankan pentingnya pengawasan maksimal dalam pelaksanaan Pilkada 2024. Herwyn menyebutkan bahwa pencegahan harus dilakukan lebih awal dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat, termasuk generasi muda. Melalui pendidikan kepemiluan dan pemantauan, literasi kepemiluan bisa ditingkatkan dan praktik kecurangan pemilu dapat dicegah.
Dalam Seminar Konferensi Daerah yang digelar oleh DPD Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) di Sulawesi Utara, Herwyn mengajak GAMKI untuk berperan dalam pengawasan pilkada 2024. Ia menjelaskan bahwa pengawasan partisipatif melibatkan pendidikan pemilih serta mencegah dan mengatasi potensi kecurangan pemilu.
Pengawasan partisipatif tidak hanya bisa dilakukan melalui pendaftaran resmi sebagai pemantau pemilu di KPU, tetapi juga melalui berbagai saluran yang disediakan oleh Bawaslu. Salah satunya adalah platform digital "Jarimu Awasi Pemilu", yang memungkinkan masyarakat berdiskusi dan melaporkan berbagai masalah yang ditemui. Herwyn mengajak generasi muda untuk bergabung dengan platform ini dan menjadi bagian dari komunitas digital pengawasan partisipatif.
Selain Jawa Tengah, Pemerintah Provinsi Papua juga mengambil langkah aktif dalam mengajak pelajar SMA/SMK di Kabupaten Biak Numfor untuk menyalurkan hak suaranya pada Pilkada serentak yang akan digelar pada 27 November 2024. Staf Ahli Gubernur Papua Cyfrianus Yustus Mambay menekankan bahwa memberikan hak pilih bagi pemilih pemula adalah hak demokrasi yang dijamin oleh konstitusi.
Melalui sosialisasi yang dilakukan oleh KPU dan Bawaslu, diharapkan kesadaran berpolitik di kalangan generasi muda meningkat. Mambay mengajak para pelajar untuk menggunakan hak pilih mereka secara benar dan bertanggung jawab, guna memilih calon pemimpin daerah yang akan memimpin selama lima tahun ke depan.
Partisipasi pemilih muda juga sangat penting di Banten, di mana 61,62 persen pemilih pada Pilkada 2024 merupakan pemilih muda. Data dari KPU Banten menunjukkan bahwa pemilih berusia 17-30 tahun mencapai 21,58 persen, sementara yang berusia 31-40 tahun sebanyak 40,04 persen.
Jumlah pemilih muda yang besar ini menunjukkan betapa signifikan kontribusi mereka dalam pilkada Banten. Namun, hak pilih pemilih muda sering kali menghadapi berbagai masalah yang bisa menghalangi mereka dari berpartisipasi secara optimal.
Untuk mengatasi hal ini, diperlukan gerakan sosial yang mengajak pemilih muda untuk aktif berpartisipasi dalam pesta demokrasi. Gerakan ini bertujuan untuk menciptakan demokrasi yang sehat di Banten, yang salah satu syaratnya adalah partisipasi aktif dari warga negara, termasuk pemilih muda.
Selain itu, praktik kecurangan seperti jual-beli suara, penggelembungan suara, hingga manipulasi hasil rekapitulasi suara di tingkat kecamatan perlu diawasi dengan ketat oleh pemilih muda. Mereka harus bertanggung jawab dan tahu ke mana harus melapor jika menyaksikan tindakan kecurangan.
Generasi muda juga harus menciptakan partisipasi politik yang tinggi di kalangan mereka sendiri. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mendelegasikan diri untuk berkiprah dalam sistem pemerintahan, membawa kepentingan dan aspirasi anak muda yang lebih segar dan inovatif.
Dengan demikian, mereka dapat membawa perubahan positif dan membantu membentuk pemerintahan yang lebih adaptif dan solutif.
Keterlibatan aktif generasi muda dalam pemilu dan pilkada bukan hanya tentang menggunakan hak pilih mereka, tetapi juga tentang menjadi agen perubahan yang memastikan proses demokrasi berjalan dengan jujur, terbuka, dan berintegritas.
Mereka memiliki tanggung jawab besar untuk mengawal proses pemilihan, mengawasi jalannya pemilu, dan melaporkan segala bentuk kecurangan. Dengan demikian, generasi muda bisa menjadi motor penggerak yang kuat dalam mewujudkan demokrasi yang sehat di Indonesia.
Penting bagi kita semua untuk menyadari bahwa masa depan demokrasi Indonesia sangat bergantung pada partisipasi generasi muda. Mereka bukan hanya pemilih masa depan, tetapi juga agen perubahan yang mampu memastikan pemilu dan pilkada berlangsung dengan integritas.
Ayo, generasi muda Indonesia, jadilah agen partisipatif dalam pemilu dan pilkada. Gunakan hak pilihmu dengan bijak, awasi proses pemilihan dengan teliti, dan jadilah bagian dari gerakan untuk demokrasi yang lebih baik.
*) Pengamat Politik Lembaga Gala Indomedia