Sah dari Berbagai Aspek, Papua Selamanya Bagian Integral NKRI
Oleh : Yowar Matulessy )*
Papua merupakan bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Wilayah tersebut telah sah bahkan dari berbagai macam aspeknya termasuk ke dalam bagian bangsa ini.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia (Menko Polhukam RI), Mahfud MD menegaskan bahwa Bumi Cenderawasih selamanya menjadi bagian dari Tanah Air. Kalimat tegas yang diucapkannya tersebut merupakan penyikapan dari adanya tuntutan merdeka dari Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua.
Diketahui bahwa sebelumnya gerombolan separatis tersebut melakukan pembakaran kepada Pesawat Susi Air di Bandar Udara (Bandara) Paro, Provinsi Papua Pegunungan. Mereka juga menyandera pilot yang merupakan warga negara Selandia Baru bernama Philip Mark Mehrtens.
Terkait dengan adanya penyanderaan itu, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) mengatakan bahwa sang pilot tidak akan dilepaskan sampai tuntutan mereka terpenuhi, yakni mewujudkan Papua sebagai wilayah yang terpisah dari NKRI.
Padahal, jika dilihat dari berbagai aspeknya, mulai dari Konstitusi Republik Indonesia (RI) maupun dari hukum internasional sendiri, fakta mengungkapkan bahwa Papua memang menjadi bagian dari bangsa ini.
Pemerintah Pusat sendiri juga menegaskan tidak akan pernah mengadakan negosiasi dengan KST Papua mengenai adanya permintaan mereka untuk memerdekakan Bumi Cenderawasih dari NKRI. Bukan hanya terus mempertahankan wilayah di Tanah Papua saja, namun pemerintah juga berkomitmen penuh untuk mampu memberantas setiap pihak yang ingin mengambil bagian meski hanya secuil saja dari bangsa ini.
Senada, Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) TB Hasanuddin menegaskan pula bahwa NKRI sendiri sudah merupakan harga mati. Maka dari itu, adanya kemerdekaan Papua yang dituntutkan oleh KST sebagai persyaratan untuk membebaskan pilot yang mereka sandera tentu tidak bisa diterima.
Untuk itu, pemerintah sama sekali tidak akan pernah menanggapi negosiasi terkait dengan wilayah kesatuan Negara Republik Indonesia hanya untuk kepentingan segelintir orang saja.
Selain itu, Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres RI), KH. Ma’ruf Amin menegaskan pula bahwa tuntutan yang dikemukakan oleh KST itu sama sekali sudah tidak relevan. Dirinya juga mengatakan bahwa aksi yang dilakukan oleh gerombolan teroris itu sama sekali tidak bisa mewakili masalah di Bumi Cenderawasih, namun hanya segelintir kelompok tertentu saja.
Sebagai informasi bahwa memang dulu wilayah bernama Irian Jaya (atau sekarang telah menjadi Papua) tersebut masih menjadi bagian jajahan dari Belanda ketika Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya atas Jepang pada 17 Agustus 1945. Mengenai hal itu, terdapat sosok Frans Kaisiepo yang menjadi figur tokoh sangat berperan dalam menyatukan wilayah Papua menjadi bagian integral dari NKRI.
Bukan hanya itu saja, namun sosok tersebut juga menjadi orang pertama yang mengibarkan Bendera Merah Putih di Bumi Cenderawasih. Maka dari itu, atas seluruh jasanya, dirinya resmi ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 077/TK/1993.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 atas Jepang, namun ternyata Belanda kembali untuk berupaya menguasai wilayah di Papua pada tanggal 31 Agustus 1945. Namun, dengan upaya pihak penjajah itu, nyatanya Frans Kaisiepo mengambil peranan yang sangat besar dalam menegakkan eksistensi Republik Indonesia.
Pahlawan nasional tersebut telah banyak berjuang di bidang politik. Sejak tahun 1946, dirinya menjadi satu-satunya orang asli Papua (OAP) yang diutus oleh Nederlands Nieuw Guinea pada Konferensi Malino di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel). Pada kegiatan itu, Frans sangat menentang dengan keras adanya rencana penggabungan antara Maluku dan Papua menjadi Negara Indonesia Timur.
Frans kemudian mendirikan Partai Irian Sebagian Indonesia untuk terus menuntut penyatuan antara Papua dengan NKRI. Kemudian pada tahun yang sama, Presiden RI pertama, Ir. Soekarno juga membentuk Tiga Komando Rakyat yang menghasilkan Perjanjian New York. Perjanjian tersebut lahir pada 1 Mei 1963 dan memutuskan wilayah Bumi Cenderawasih dikembalikan dari Belanda ke Indonesia.
Belanda memiliki rancangan rencana untuk menjadikan Irian Barat sebagai negara merdeka sendiri pada tahun 1970-an. Tentunya pihak Indonesia sangat menolak keras adanya hal tersebut, maka dari itu wilayah Papua Barat menjadi daerah yang diperebutkan diantara kedua pihak itu, sehingga dimusyawarahkan dalam berbagai lembaga internasional.
Pada tahun 1969, Indonesia menggelar Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) untuk memastikan akan kedudukan Irian Barat yang telah diatur oleh Jenderal Sarwo Edhi Wibowo, yang mana pelaksanaan Pepera sendiri juga disaksikan oleh dua utusan PBB. Hasil dari Pepera adalah seluruh rakyat Papua bagian Barat nyatanya memilih untuk tetap bergabung dengan bangsa ini.
Dengan kata lain, bukan hanya karena telah sah dari berbagai macam aspek, mulai dari hukum dan konstitusi hingga adanya pengakuan dunia, namun nyatanya masyarakat penduduk Papua sendiri berkomitmen penuh dan jauh lebih memilih untuk menjadi bagian integral dari NKRI.
)* Mahasiswa Papua Tinggal di Manado