Pers Berperan Penting Jaga Persatuan Jelang Pemilu 2024
Oleh : Farrel Haroon Jabar )*
Salah satu elemen penting yang menunjang rasa persatuan saat pemilihan umum (Pemilu) adalah pers atau awak media. Sektor inilah yang akan memberitakan segala hal terkait dengan kabar Pemilu.
Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah, telah meminta kepada insan pers untuk senantiaasa memberikan informasi secara netral selama fase politik menuju Pemilu 2024. Dirinya juga meminta agar pers juga memiliki peran dalam mengawal perdamaian dengan sudut pandang berita baik dan tidak memicu perpecahan antar pendukung paslon seperti yang sudah-sudah.
Ganjar meyakini bahwa semakin hari pers di Indonesia akan semakin dewasa, untuk itu karena sudah memiliki pengalaman yang cukup panjang. Pastinya tidak ingin mengulang situasi yang sudah-sudah, yang mengakibatkan hubungan antara anak bangsa tidak baik.
Apalagi saat ini marak beredar berita dari beragam platform media sosial yang kebenarannya masih dipertanyakan. Tentu saja hal tersebut menjadi tantangan bagi Pers untuk berbenah.
Untuk itu, Ganjar mendorong agar media mainstream di Indonesia terus berbenah. Ganjar berharap agar media mampu menjadi tumpuan masyarakat untuk mendapatkan informasi yang valid, mendidik dan tidak recehan.
Pada kesempatan berbeda, Dewan Pers telah berkomitmen untuk memastikan media dan jurnalis di Indonesia tetap bekerja secara profesional dan memiliki kredibilitas di tengah penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024.
Hal tersebut perlu dipastikan karena media dan jurnalis dalam menghadirkan pemberitaan mengenai Pemilu 2024 harus mampu menunjukkan independensi. Pemberitaan Pemilu tentu saja tidak boleh terkontaminasi oleh kepentingan ekonomi, politik dan kepentingan konglomerasi media.
Tentu saja jika kredibilitas serta independensi media bisa dijaga selama penyelenggaraan Pemilu, masyarakat dapat memperoleh informasi yang tepat dan objektif tentang pesta demokrasi tersebut.
Janejdri M. Gaffar selaku Deputi Bidang Kesatuan Bangsa Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) mengatakan, pers harus menjadi referensi utama bagi pemilih mengenai seluruh informasi kePemiluan pada Pemilu 2024. Buksn didasari sentimen pribadi atau kelompok.
Dengan demikian, segenap insan pers di Tanah Air akan dituntut untuk memiliki kesadaran serta kemampuan dalam memainkan peran strategis dan sentral, seperti dengan bertindak selektif dalam memilih narasumber yang kompeten dan bertanggung jawab serta memilih judul dan sudut pandang berita yang konstruktif.
Sejauh ini, penyelenggaraan Pemilu rentan menimbulkan konflik ataupun pembelahan sosial karena dipenuhi dengan informasi yang tidak benar alias hoax yang telah terbukti berisiko memecah-belah masyarakat.
Berkaca dari Pemilu 2014 dan 2019, di mana hoax yang muncul justru menjadi pembelaan sosial, sehingga keberadaan hoax justru semakin mempertebal tembok antar dua kubu yang telanjur terpolarisasi. Keadaan seperti itulah yang menjadi penghambat penyelenggaraan negara dan kemajuan bangsa.
Janejdri juga menngingatkan kepada pers dan pemilik media untuk senantiasa menjadi penyuara kepentingan publik yang objektif serta menyajikan berita yang berimbang dan berbasis fakta, bukan kepentingan.
Negara demokratis yang baik tentu saja harus ditopang dengan kompetisi politik yang beradab. Di sinilah pers memiliki peran penting untuk senantiasa bekerja dengan memperhatikan kode etik jurnalistik.
Pers juga memiliki peran vital dalam memberikan pendidikan terkait Pemilu bagi masyarakat. Sehingga penting sekali untuk membangun pemberitaan yang sehat, independen dan tidak terjebak dalam arus politik identitas.
Pers juga diminta untuk menghindarkan pemakaian diksi yang berpotensi membelah masyarakat. Jangan sampai pers memberitakan hal yang dengan bahasa yang provokativ, karena hal tersebut bisa memperburuk kohesi sosial.
A Sapto Anggoro selaku anggota dewan Pers juga mengingatkan kepada insan pers untuk menjaga netralitas pemberitaan dalam menghadapi Pemilu 2024 mendatang.
Sikap netral dalam pemberitaan Pemilu menurut kode etik jurnalistik (KEJ). Pasal 1 KEJ menyatakan, wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran kata berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan yang setara. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pada pihak lain. Demikian juga kalimat ‘memberitakan secara berimbang’ pada pasal 3 KEJ memiliki makna memberikan ruang dan waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
Hal ini menunjukkan bahwa pers memiliki fungsi kontrol sosial, yang mana harus memberitakan peristiwa Pemilu secara berimbang.
Sebagai pewarta, pers juga hendaknya bisa menyaring dan memilah informasi mana yang sebaiknya disampaikan ke publik dengan tetap menjaga netralitas.
Sejauh ini obyektifitas dari pers memang tidak bisa dipaksakan secara sempurna. Apalagi banyak pemilik media yang ternyata juga aktif di bidang politik. Sehingga bisa dikatakan, semakin obyektif suatu berita maka semakin kredibel pula berita tersebut.
Netralitas pers dalam pemberitaan Pemilu tidak hanya bertujuan untuk menjaga persatuan dan kesatuan, tetapi juga menunjukkan bahwa pers memiliki fungsi sebagai sosial kontrol agar pemberitaan tentang Pemilu tidak menjadi berita yang tendensius.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara