RKUHP Tetap Mempertimbangkan Kondisi Pariwisata
Oleh : Fransiska Balawa Lubis )*
Rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP) yang kini dalam tahap finalisasi oleh pemerintah dan DPR RI telah dirancang dengan mempertimbangkan kondisi sektor pariwisata di Indonesia. Pemerintah merancang produk hukum dengan pertimbangan yang sangat luas, salah satunya terkait kondisi ekonomi Indonesia khususnya daerah pariwisata agar tidak terjadinya kerugian bagi banyak pihak.
Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Bali, Dewa Made Indra menilai bahwa draf RKUHP pasti telah mempertimbangkan kondisi pariwisata, khususnya yang gencar mendapat penolakan yaitu soal pasal perzinaan. Hal yang dipertimbangkan lainnya juga termasuk kondisi ekonomi Bali.
Made Indra menambahkan bahwa asosiasi pengusaha khususnya perhotelan mengungkapkan kekhawatirannya terhadap rancangan yang beredar, karena hal tersebut justru dapat dijadikan bahan diskusi sebelum RKUHP disahkan. Oleh sebab itu sosialisasi yang menyeluruh kepada seluruh lapisan masyarakat menjadi penting.
Ia meyakini bahwa keluhan yang muncul dari draf regulasi tersebut akan dicatat sebagai daftar inventarisasi masalah yang akan dibahas selanjutnya, sehingga masyarakat diminta tak terburu-buru mengambil kesimpulan.
Juru Bicara Tim Sosialisasi RKUHP, Albert Aries, menjelaskan bahwa tidak benar pasangan di luar nikah yang check in di hotel dapat dipenjara. Pasal di RKUHP yang dimaksud adalah delik aduan (klach delicten), yaitu hanya dapat diadukan oleh suami atau istri bagi mereka yang terikat perkawinan atau orang tua/anak bagi mereka yang tidak terikat perkawinan. Maka, tidak akan pernah ada proses hukum tanpa adanya pengaduan dari yang berhak dan dirugikan secara langsung serta aparat tidak dapat sembarang gerebek.
Pasal yang dimaksud pada RKHUP adalah Pasal 415 RKUHP Tentang Perzinahan dan Pasal 416 Tentang Kohabitasi ditujukan untuk menghormati dan menjaga lembaga perkawinan. Albert Aries mengatakan tidak ada proses hukum terkait perzinahan atau kohabitasi tanpa adanya pengaduan langsung dari pihak yang memiliki hak yang merasa dirugikan.
Albert Aries menjelaskan dengan adanya kedua pasal tersebut, sejatinya ruang privat seseorang justru lebih terlindungi oleh hukum. Sebab kewenangan kepala desa dalam melaporkan pelaku perzinahan atau kohabitasi dihapuskan dari draft RKUHP sebelumnya. Ini dimaksudkan agar orang lain yang tidak berhak jadi tidak dapat melaporkan ke pihak berwajib serta tidak dapat melakukan tindakan persekusi. Jadi yang melaporkannya hanya orang yang berkepentingan dan berhak saja.
Pada dasarnya, aturan ini diterapkan atas dasar pengaduan. Diajukan oleh pihak terkait, penerapan pasal ini akan diterapkan sebagai tuntutan pidana atau klacht delicten. Tanpa pengaduan dari mereka yang terkena dampak langsung, tidak akan ada proses pengadilan yang dilakukan.
Secara prakteknya, memang perlakuan pasal ini dapat melindungi ruang privat warga negara. Karena pengaduan langsung hanya dapat dilakukan oleh pihak terkait dan bukan oleh masyarakat atau pihak ketiga yang tidak terkait langsung. Larangan main hakim sendiri atau penuntutan seperti persekusi juga akan diterapkan nantinya.
Disisi lain pemerintah telah berupaya untuk tetap mempertimbangkan kondisi pariwisata di beberapa daerah yang akan berdampak atas pengesahan RKUHP khususnya Bali. Dengan banyaknya masukan yang diberikan pada saat sosialisasi akan menambah dampak yang baik dalam membentuk RKUHP secara maksimal, serta berupaya untuk tidak merugikan dunia usaha terutama bidang pariwisata dan perhotelan.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute