Semua Pihak Wajib Hormati Proses Pemilu Demi Jaga Persatuan
Oleh: Hidayat Zavier*
Pemilihan umum (Pemilu) merupakan salah satu fondasi demokrasi di setiap negara, begitu pun juga di Indonesia, di mana rakyat memiliki kesempatan untuk memilih pemimpin mereka. Namun, pentingnya proses pemilu yang damai dan bermartabat sering kali terabaikan. Kondisi ini mendorong perlunya kesadaran akan tanggung jawab bersama dalam menjaga proses pemilu yang berkualitas, karena pemilu yang damai bukanlah sekadar tanggung jawab pemerintah atau lembaga pemilihan semata, tetapi juga tanggung jawab semua pihak yang terlibat.
Kunci utama dalam menjaga proses pemilu yang damai adalah saling menghormati satu sama lain dan mengikuti aturan yang berlaku. Pertama, menghormati keberagaman pendapat politik dan keyakinan adalah landasan penting dalam membangun atmosfer yang kondusif menjelang, saat, dan setelah pemilu. Menghargai perbedaan pendapat merupakan wujud dari kedewasaan demokrasi, yang memperkuat nilai-nilai kemanusiaan dan toleransi di antara semua pihak yang terlibat.
Beberapa waktu lalu, tepatnya pada 14 Februari 2024, pemilu yang dinantikan oleh rakyat Indonesia akhirnya berlangsung, namun sejumlah masalah mulai muncul pasca penghitungan suara. Hasil quick count dari lembaga independen telah mengumumkan pemenang Pilpres, sementara KPU masih melanjutkan proses quick count-nya. Sementara itu, di DPR RI muncul wacana untuk menggelar hak angket, dan upaya gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) juga tengah dipertimbangkan.
Di sisi lain, media sosial menjadi sarana bagi masyarakat untuk berdebat terkait hasil quick count yang masih berlangsung. Menghadapi kondisi ini, sejumlah tokoh agama mengajak masyarakat tidak terlalu fanatik dan menghargai hasil pemilu sebagai pesta demokrasi. Salah satunya adalah ulama asal Kota Solo, Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf. Dalam pernyataannya, Habib Syech mengajak masyarakat untuk hidup rukun dan damai pasca Pemilu 2024.
Habib Syech juga menjelaskan bahwa meskipun mungkin ada masalah, namun masyarakat harus menyelesaikannya dengan damai dan melalui musyawarah. Indonesia akan tetap aman, selamat, menjadi negara yang lebih maju, bermanfaat, dan bermartabat dengan persatuan dan kesatuan.
Sementara itu, Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Tegal, M. Muntoyo, menyatakan bahwa tahapan pesta demokrasi pada tanggal 14 Februari 2024 telah selesai, di mana rakyat sudah memberikan suaranya. Maka dari itu, masyarakat diharapkan untuk menciptakan suasana kondusif pasca Pemilu 2024.
Muntoyo juga menyinggung soal Hak Angket yang saat ini ramai menjadi perbincangan. Menurutnya, hak angket membutuhkan waktu yang lama, sedangkan pemilu sudah memiliki aturan yang telah ditetapkan melalui Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga harus dihormati bersama-sama.
Berbicara hak angket maupun dugaan kecurangan dalam Pemilu kemarin, seharusnya tidak menjadi masalah yang berlarut-larut jika semua pihak menghargai aturan dan hasil pemilu. Karena berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat tidak setuju dengan anggapan bahwa pelaksanaan Pemilu 2024 diwarnai banyak kecurangan. Hanya sekitar 31,4% dari responden yang setuju bahwa pemilu diwarnai banyak kecurangan, sementara 60,5% tidak setuju, dan 8% mengaku tidak tahu atau tidak menjawab.
Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan, menilai bahwa angka 31,4% responden yang setuju pemilu diwarnai banyak kecurangan terbilang cukup besar. Tetapi survei juga menunjukkan bahwa penilaian tersebut bersifat partisan.
Oleh karena itu, setiap pihak harus memahami secara sadar bahwa mengikuti aturan yang telah ditetapkan adalah landasan yang tak terpisahkan dalam menjaga proses pemilu yang berkualitas. Aturan tersebut mencakup ketentuan tentang kampanye, pemungutan suara, penghitungan suara, hingga pengumuman hasil. Kepatuhan terhadap aturan ini adalah jaminan bahwa setiap suara dihargai dan setiap pemilih memiliki kesempatan yang sama untuk menentukan masa depan negaranya.
Pentingnya menjaga proses pemilu yang damai dan bermartabat tidak hanya terletak pada tercapainya keadilan dalam hasil pemilu, tetapi juga pada pemilihan pemimpin yang amanah dan mampu membawa bangsa ke arah yang lebih baik. Pemimpin yang terpilih melalui proses yang berkualitas dan terjamin keadilannya cenderung memiliki legitimasi yang lebih kuat di mata rakyat. Legitimasi ini menjadi modal penting dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinan, seperti merumuskan kebijakan yang menyejahterakan masyarakat, memperkuat institusi demokrasi, dan menjaga kedaulatan negara.
Oleh karena itu, menjaga proses pemilu yang damai dan bermartabat adalah tanggung jawab bersama. Pemerintah, lembaga pemilihan, partai politik, kandidat, media, dan masyarakat sipil memiliki peran yang sama penting dalam memastikan terlaksananya pemilu yang adil, transparan, dan berintegritas. Kerja sama antarpihak dan kesadaran akan pentingnya menjaga proses pemilu yang berkualitas merupakan modal utama dalam membangun negara demokratis yang stabil dan sejahtera.
Dalam konteks global saat ini, di mana demokrasi sering diuji oleh berbagai tantangan, menjaga proses pemilu yang damai dan bermartabat bukanlah pilihan, melainkan keharusan. Hanya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, menghormati perbedaan, dan mengikuti aturan yang berlaku, kita dapat memastikan bahwa suara rakyat benar-benar terdengar dan pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili kehendak rakyat. Sebagai warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya, mari bersama-sama menjaga proses pemilu yang damai dan bermartabat sebagai investasi bagi masa depan yang lebih baik bagi bangsa dan negara kita.
*Penulis merupakan kontributor senior Media Saptalika