Tokoh Pemuda Papua Puji Komitmen Presiden Jokowi Wujudkan Kedaulatan Pangan
Jakarta - Ketua Gerakan Cinta NKRI Provinsi Papua Barat, Napoleon Fakdawer memuji tentang bagaimana komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mewujudkan kedaulatan pangan.
Bukan tanpa soal, membangun ketahanan pangan menurut Napoleon, tidak semudah membalikan telapak tangan. Sebab, terdapat banyak tantangan yang menghadang.
“Satu diantaranya kemunculan fenomena El Nino yang membuat curah hujan lebih rendah, sehingga pasokan air berkurang dan menciptakan kekeringan hingga gagal panen” tutur Napoleon.
Ia menilai Pemerintah melalui Kementerian Pertanian atau Kementan terus mendorong terwujudnya pertanian berkelanjutan.
Ketua Gerakan Cinta NKRI Provinsi Papua Barat itu juga mengingatkan bahwa terwujudnya kedaulatan pangan memerlukan kolaborasi dari seluruh komponen masyarakat.
“Tak hanya pemerintah, masyarakat juga berperan penting dalam menjaga kedaulatan pangan di Indonesia” jelas Napoleon
Dirinya pun mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mendukung petani lokal serta mengonsumsi pangan lokal yang dianggap dapat meredam gejolak pangan akibat perubahan iklim.
“Kami mengapresiasi dan mendukung pemerintah yang tidak berdiam diri dan melakukan sejumlah langkah untuk menuntaskan permasalahan pangan, khususnya di Papua.” tuturnya
“Sehingga, diharapkan pengentasan kemiskinan dan kedaulatan pangan bisa terwujud di Bumi Cendrawasih tercinta” pungkas Napoleon
Senada, Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengungkapkan Pemerintah sejauh ini memiliki komitmen kuat mengantisipasi gejolak harga pangan yang diakibatkan oleh banyak faktor.
“Termasuk apa yang dilakukan sejak tahun lalu, ketika harga beras itu tinggi pemerintah melalukan operasi pasar maupun bantuan sosial yang terus berlanjut hingga tahun ini.” Imbuhnya.
Tak hanya itu, Pengamat Pertanian AEPI itu mengungkapkan bahwa beberapa kebijakan pemerintah dalam mengantisipasi gejolak harga pangan itu relatif berhasil di masyarakat, antara lain di komoditas beras.
“Ketika bantuan beras tidak lagi diberikan, yakni Juli-Agustus, harga beras tinggi lagi” tuturnya.
Ia menekankan bahwa kebijakan Pemerintah dalam mengantisipasi gejolak harga pangan memang sangatlah berorientasi pada masyarakat bawah.
Khudori menilai bahwa kebijakan itu dapat dipahami karena kenaikan harga pangan akan mengganggu daya beli masyarakat.
“Jika harga beras tinggi maka daya beli mereka akan terganggu bahkan orang yang hanya beberapa jengkal diatas garis kemiskinan itu bisa jatuh miskin.” terangnya.
Selain itu, Pemerintah juga aktif mengamankan cadangan beras untuk mengantisipasi potensi gagal panen. Salah satunya adalah dengan membuka keran impor beras.
****